Ini
 merupakan kisah nyata pengalaman sekelompok Tim Rugby mahasiswa dari 
URUGUAY yang dalam perjalanan ke Peru, pesawat yang mereka tumpangi 
jatuh di Pegunungan Andes. Dalam kecelakaan ini, tidak semua penumpang 
tewas. Mereka yang bertahan hidup inilah yang akhirnya harus melewati 
pertarungan batin yang mengerikan dan tidak dapat mereka bayangkan 
sebelumnya, hingga akhirnya yang tersisa hanya 16 orang yang dapat 
diselamatkan dengan kondisi fisik yang sangat memperihatinkan.
 Kisah
 bermula dari keinginan sekelompok Tim Rugby mahasiswa yang ingin 
mengadakan pertandingan kembali di Peru. Mereka lantas menyewa
 sebuah pesawat terbang bernama Fairchild. Dalam perjalanan dari Uruguay
 menuju Peru, pesawat yang mereka sewa terpaksa melakukan pendaratan di 
Argentina, karena cuaca buruk di atas pegunungan Andes. Pertemuan antara
 panas matahari bertemu dengan udara dingin Pegunungan Andes di siang 
hari dapat membahayakan pesawat manapun yang melintas diatasnya. Tim 
Rugby mahasiswa ini dan penumpang lainnya bermalam di Argentina selama 1
 malam. Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan dengan pesawat 
yang mereka sewa tersebut. 
 Sekelompok
 mahasiswa ini berusia antara 20 tahunan dengan tubuh tinggi besar 
layaknya pemain rugby. Namun keceriaan mereka berubah seketika, sewaktu 
melewati puncak Gunung Andes pesawat yang mereka sewa tersebut mengalami
 gangguan mesin, dan akhirnya Fairchild jatuh tepat diatas salah satu 
puncak tertinggi Andes. Pesawat terseret sangat jauh dan mendarat dengan
 lambung pesawat. Fairchild akhirnya berhenti setelah menabrak sebuah 
bukit. Ekor pesawat terpisah dari badan pesawat, dan kedua sayap pesawat
 pun sudah tidak lagi menyatu dengan badan pesawat. Fairchild terlihat 
seperti cacing dari kejauhan, kira – kira begitulah yang digambarkan 
seorang paranormal yang ikut melakukan pencarian. 
Mereka
 yang masih hidup setelah kecelakaan dasyat itu harus bertahan dengan 
dinginnya puncak Andes dan tanpa perbekalan apapun, bahkan mereka tidak 
memakai pakaian yang cukup hangat untuk bertahan di suhu minus. Makanan 
yang ada hanyalah coklat dan sebotol anggur, harus dibagi sama rata 
kepada seluruh penumpang Fairchild yang masih hidup. Kondisi mereka yang
 selamat kian memburuk, luka – luka pun tak membaik. Jenazah korban yang
 meninggal pun dibiarkan begitu saja, dan tetap awet karena tertimbun 
salju. Lalu seseorang diantara mereka mengambil inisiatif untuk mencari 
makanan lain yang lebih berenergi untuk dapat bertahan hidup. Dialah 
seorang mahasiswa kedokteran tingkat 2 Roberto Canessa,
 ia mengambil potongan pesawat yang dapat dijadikan pisau dan tanpa ragu
 memotong daging jenazah korban menjadi potongan – potongan sebesar 
kotak korek api. Mereka semua tentu tak dapat membayangkan hal ini dapat
 terjadi, namun bantuan belum tentu akan datang keesokan harinya, dengan
 ragu – ragu satu persatu dari mereka akhirnya menyerah kepada rasa 
lapar yang amat sangat, dan memakan daging manusia itu mentah – mentah 
yang telah dikeringkan di atas atap.
 Beberapa orang lantas membuat tanda SOS dari lipstik yang mereka temukan dari tas penumpang, namun baru menyelesaikan huruf S
 yang pertama, mereka menyerah karena merasa itu tidak akan berhasil. 
Beberapa pesawat dalam hari – hari berikutnya melintas diatas Fairchild 
jatuh dan ketika itu tiba semua dengan bersemangat melambaikan tangan, 
namun tak satu pesawat pun melihat keberadaan mereka. Cuaca malam yang 
sangat buruk, dan matahari di siang hari begitu menyengat. Penumpang 
yang masih hidup namun terjebak dihimpit bangkai pesawat kondisinya 
makin buruk, yang menyedihkan akhirnya satu persatu meninggal. Mereka 
yang paling sehat lantas dikirim untuk melakukan ekspedisi, dengan bekal
 daging manusia. Ekspedisi yang pertama tidak menghasilkan apapun, malah
 tim ekspedisi pertama hanya menemukan jenazah – jenazah penumpang 
Fairchild yang masih terikat di kursinya dan mereka akhirnya kembali ke 
badan pesawat. Semua korban selamat yang lain makin terpuruk kondisi 
kejiwaannya karena kegagalan ini, bahkan lebih buruk lagi untuk 2 orang 
tim ekspedisi pertama yang salah satunya sampai tidak menyadari bahwa 
sepatu yang dipakainya sudah terlepas karena kakinya sudah mati rasa.
Tak
 mau menyerah kepada keadaan, mereka mengirim lagi tim ekspedisi kedua. 
Diantaranya Roberto Canessa dan Nando Parrado serta seorang teknisi, tim
 ini cukup berhasil karena setelah jalan sangat jauh-ke arah yang 
berbeda dengan tim pertama-tim ini  berhasil menemukan ekor
 pesawat. Mereka bagai menemukan harta karun, karena disana terdapat 
berbagai macam bahan makanan dan juga seluruh bagasi penumpang serta 
baterai yang bisa dipergunakan untuk menyalakan radio. Tim ini lalu 
kembali ke badan pesawat dengan membawa barang yang dapat dibagi untuk 
korban lainnya. Dengan baterai yang mereka temukan tadi, dapat didengar 
siaran radio dari Peru dan Argentina bahwa berita pencarian pesawat 
Fairchild terus dilakukan.
Bencana
 tak henti – hentinya datang, longsoran salju tepat jatuh menutup 
seluruh “rumah” mereka, dan menewaskan 8 orang korban selamat itu hidup –
 hidup. Mereka yang selamat semakin terpukul atas bencana itu, terlebih 
lagi Javier Methol yang kehilangan istrinya Lilliana Methol seorang 
wanita penuh kasih yang dijadikan tempat bersandar mahasiswa – mahasiwa 
itu. Ini kembali membangkitkan semangat mereka untuk mengirim tim 
ekspedisi ketiga yang terdiri dari Roberto Canessa, Nando Parrado dan 
Vizitin. Dalam perjalanan panjang ini seorang diantara mereka tak 
sanggup melanjutkan perjalanan, dan ketika itu Nando Parrado yang paling
 bersemangat naik ke atas sebuah batu dipuncak dan dari kejauhan ia 
melihat ada bagian gunung yang tidak tertutup salju dengan jarak tempuh 
sekitar 10 hari. Dengan berbekal daging manusia yang mereka bawa rasanya
 tidak mungkin untuk mencapai daerah itu dengan bekal yang hanya cukup 
untuk 3 hari, Nando Parrado lalu mengirim pulang Vizitin dari tim, namun
 mengambil seluruh perbekalan.
Kini
 hanya tinggal Nando Parrado dan Roberto Canessa yang melanjutkan 
perjalanan meksipun Roberto Canessa seringkali menyerah dan tidak 
sanggup lagi berjalan. Setelah berhari – hari lamanya mereka berjalan, 
Nando terpeleset dan meluncur jauh hampir ke kaki gunung namun ia 
selamat dan tidak terluka, Canessa menyusulnya. Mereka melanjutkan lagi 
perjalanan itu hingga menemukan sungai gletser, dan suhu disana lebih 
hangat dari sebelumnya menjadikan daging – daging yang mereka bawa mulai
 membusuk, dan karena itulah Canessa terserang diare. Nando Parrado 
tetap bersemangat hingga dia menemukan kawanan sapi dan dia yakin bahwa 
pasti ada pemiliknya. Keesokan harinya Nando melihat pengembala berkuda 
menggiring sapi – sapi tersebut namun pengembala itu melihatnya dan 
berjanji akan kembali. Seorang Pengembala itu kembali dan melemparkan 
kertas ke seberang sungai tempat Nando berdiri, dan Nando menuliskan 
bahwa mereka adalah korban pesawat Fairchild, dan 14 orang masih 
menunggu di atas puncak Andes. Pengembala itu kembali dan akhirnya Nando
 Parrado dan Roberto Canessa dibawa ke rumah singgah di kaki gunung itu,
 dan untuk pertama kalinya setelah 72 hari, mereka dapat memakan sesuatu
 selain daging manusia. Nando dan Roberto hanya mengatakan bahwa mereka 
dapat bertahan karena memakan coklat yang dibeli ketika transit di 
Argentina Bantuan datang beberapa hari setelahnya untuk mengangkut semua
 korban yang menunggu di puncak Andes itu.
Keluarga
 dan orang tua korban yang terus – menerus mencari selama lebih dari 2 
bulan itu sampai mendapat julukan “Orang gila yang mencari anaknya”. 
Dengan Helikopter Kepolisian di Peru dan Nando Parrado sebagai penunjuk 
jalan, mereka segera ke lokasi badan pesawat, ternyata mereka selama ini
 berada di ketinggian 13.500 m dan sulit dibayangkan dapat bertahan 
selama itu. Ketika semua sudah terselamatkan, semua korban yang selamat 
dibawa ke Rumah Sakit setempat. Kondisi mereka sangat menyedihkan bagai 
tulang yang hanya dilapisi kulit, tidak terlihat seperti seorang pemain 
Rugby yang bertubuh besar. Sebagian besar diantara mereka menceritakan 
semua pengalaman selama 72 hari itu termasuk ketika harus memakan daging
 teman – teman mereka sendiri. Meskipun sangat terkejut, namun hal itu 
pada akhirnya dapat diterima karena tidak ada apapun diatas puncak Andes
 selain hamparan es. Antropopagi (kanibalisme) yang terjadi ini dapat 
diterima, bahkan oleh orang tua yang tahu bahwa anaknya yang meninggal 
telah dimakan, namun itu semua telah menyelamatkan ke 16 korban selamat 
lainnya. Sungguh mukjizat bahwa mereka ditemukan menjelang Natal.
Kini
 mereka semua telah berusia sekitar 50tahunan, dan setiap tahun mereka 
mengunjungi “rumah” mereka selama 72 hari itu di atas puncak Andes. Atas
 kejadian itu, kini mereka benar – benar menghargai hidup. Nando Parrado
 telah sukses sebagai CEO dari beberapa perusahaan di URUGUAY. Cerita 
ini digambarkan sangat baik oleh Piers Paul Read yang membawa pembaca 
larut dalam perjuangan para korban. True Story ini sudah diterjemahkan 
ke dalam beberapa bahasa, dan di Indonesia sendiri diterbitkan oleh Elex
 Media Komputindo Buku berjudul ALIVE ini sudah diangkat ke layar lebar 
dengan judul sama ALIVE yang dibintangi Ethan Hawke pada tahun 1993.
(ApRiL-says): Buku ini bagus banget dehhhh sekali baca susah buat nutup lagi. Banyak pelajaran yang bisa diambil. Bahwa
 peristiwa yang mereka alami itu bukan sebuah hukuman dari Tuhan (Allah 
SWT), terlebih lagi para pemuda – pemuda ini semuanya tidak pernah 
sedikitpun lupa akan Tuhan ditengah cobaan yang mereka terima, mereka 
selalu berdoa sebelum tidur yang mereka sebut doa Rosario. Juga mereka 
tidak pernah menyerah begitu saja pada keadaan. Kalau saja mereka tidak 
melakukan ekspedisi itu, mungkin mereka tidak akan pernah ditemukan. 
Sungguh suatu kisah yang sangat menggugah semangat dan keberanian. Semua
 pemuda - pemuda itu malah merasa sangat beruntung, karena 
masih banyak orang yang mengalami penderitaan lebih berat dari mereka. 
Disini pun ditunjukkan kuasa Tuhan YME sangat besar, Allah SWT tidak 
akan pernah meninggalkan umatNya, dan mendengar doa semua umat manusia. 
Terakhir Special Thank’s buat Elex Media Komputindo 
yang sudah menerbitkan True Story ini, dan seri True Story lainnya yang 
belum sempat saya beli… he he he… habisnya agak mahal buat 
mahasiswa…(just kidding) yang belum beli harus beli n yang belum baca 
juga harus baca..OK!!!!










Tidak ada komentar:
Posting Komentar